Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan, jiwa
pengusaha yang tumbuh dalam diri seseorang tidak bersumber dari
keturunan ataupun pendidikan. Menurutnya, jiwa pengusaha lebih banyak
berasal dari penularan secara terus menerus yang dipupuk dengan
keberanian serta fokus pada bidang usaha yang digeluti.
Dahlan menyampaikan itu saat tampil sebagai pembicara pada Seminar Batam
Pos Entrepreneur Award (BPEA) yang bertajuk Spirit Entrepreneurship
Dahlan Iskan, Sabtu (15/12), di Sumatera Promotion Center. Dahlan
mengatakan, salah satu hambatan perkembangan Indonesia di bidang ekonomi
yang paling besar adalah kurangnya pengusaha.
"Jumlah pengusaha kita itu belum banyak, masih kurang dari satu persen.
Sementara syarat sebuah negara dapat dikatakan maju adalah apabila
negara tersebut memiliki jumlah pengusaha dua sampai tiga persen (dari
total penduduk)," ujarnya.
Mengenakan pakaian "kebesarannya" yakni kemeja putih yang dibalut celana
panjang hitam dan sepatu kets, mantan Dirut PLN itu berdiri di atas
panggung. Sinar putih lampu sorot membuat tubuhnya terang benderang di
antara gelapnya ruangan. Ia tak sendiri di sana. Di sampingnya ada
pemilik Cafe De Patros Harbour Bay, Asmin Patros yang hadir sebagai
moderator.
"Mana yang menurut Pak Dahlan benar. Jiwa pengusaha itu asalnya dari keturunan atau dari pendidikan?" tanya Asmin.
DI -begitu Dahlan biasa dipanggil- langsung mengembangkan senyumnya.
"Pertanyaan ini selalu saya tanyakan kepada diri saya sendiri setelah
saya jadi pengusaha," jawabnya.
"Kalau keturunan, jelas tidak mungkin. Biasanya pengusaha keturunan itu
kan orang Tionghoa. Nah, saya ini? Saya kan bukan orang Tionghoa,"
ujarnya yang langsung disambut tawa audiens.
Dahlan bilang, dasar seorang pengusaha adalah keberanian. Seperti
layaknya belajar bersepeda, seseorang harus berani memegang sepeda,
menuntunnya, menaikinya, mengendarai perlahan, kadang terjatuh, hingga
akhirnya lancar berkendara. Sementara jiwa pengusahanya datang karena
ditularkan, bukan diturunkan atau dididik. Dengan demikian, harus ada
yang menularkan dan harus ada yang ditularkan.
"Mereka (orang-orang Tionghoa) ajak anak-anak mereka berdagang. Kalau
mereka sedang pergi atau ke toilet dan ada pembeli, mau tak mau
anak-anak itu yang akan menjadi penjualnya kan? Mereka belajar dari
sana. Dan ini dilakukan tidak satu dua kali. Tapi selalu dilakukan,"
kata Pria kelahiran Magetan, 17 Agustus 1951 itu.
Teori tersebut ia buktikan pada CEO Riau Pos Group Rida K. Liamsi. Rida
sebelumnya dikenal sebagai sosok seniman atau lebih tepatnya penyair
yang bergelut dengan dunia puisi. Ia tak menguasai keuangan atau hal-hal
yang berbau bisnis. Namun, setelah bergaul dengan Dahlan, Rida terkenal
sebagai pengusaha media yang berhasil membesarkan Riau Pos Group
termasuk mendirikan Batam Pos Group.
DI selalu mencekoki Rida dengan hal-hal berbau bisnis dan keuangan.
Setiap kali bertemu, pembicaraan selalu terkait dua hal itu. DI
mengatakan, Rida bahkan tak pernah membahas soal seni saat bertatap muka
dengannya. "Rida ini sudah ketularan bisnis sama saya," tambah DI.
Jiwa pengusaha bisa ditularkan, namun semangat berusahanya menjadi
tanggung jawab pribadi masing-masing. DI berpesan kepada para
entrepreneur yang hadir dalam kesempatan tersebut untuk fokus dalam
menjalankan usahanya.
Dahlan lantas memberikan contoh dari dirinya sendiri. Apa yang ia miliki
sekarang adalah buah dari kerja keras dan sikap fokus pada apa yang ia
jalani sepuluh tahun yang lalu.
Ketika ia menjadi wartawan, ia fokus menjadi wartawan dari pagi hingga
malam. Sampai kemudian ia tak lagi menjadi wartawan dan memilih menjadi
pengusaha penerbitan pers, ia fokus untuk menjalankan usahanya tersebut.
Sampai kemudian jatuh sakit dan divonis dokter tak memiliki harapan
hidup lagi, saat itulah Dahlan tak ingin lagi berorientasi pada uang. Ia
benar-benar melepaskan apa yang ia jalani dan fokus menjalani
pengobatan.
Setelah kemudian mendapatkan transplantasi hati, ia bertekad untuk
mendedikasikan diri dan hidupnya untuk kepentingan sosial. Kegiatannya
hanya tiga saat itu, yakni menjadi guru para wartawan, menulis buku
dengan tak mengharap bayaran, dan mengurus pesantren.
"Saya sama sekali tidak punya itikad jadi politisi yang terjun di bidang
politik. Tapi karena saya tak pernah ngantor kala itu, Presiden SBY
mengira saya mengundurkan diri. Dari situlah saya disuruh ngurus PLN,"
tuturnya.
sumber : jpnn.com
Unknown
9:17 PM
Admin
Bandung Indonesia