Jepang mengirim pasukannya ke Indonesia untuk mendudukinya. Tapi serdadu
yang satu ini justru mempersembahkan hidupnya buat Indonesia.
SUKARNO menghormati dua tentara Jepang yang berjuang untuk Indonesia. Selain Ichiki Tatsuo, seorang lainnya adalah Tomegoro Yoshizumi.
Yoshizumi lahir di Oizumi-Mura Nishitagawa pada 1911. Ketika berusia 21 tahun, dia menjadi satu dari sekian banyak spion militer Jepang yang dikirim ke Selatan (Hindia Belanda). Kala itu, Jepang mengirim banyak spionnya ke berbagai negeri untuk berbagai tujuan, yang tak melulu politik dan militer.
SUKARNO menghormati dua tentara Jepang yang berjuang untuk Indonesia. Selain Ichiki Tatsuo, seorang lainnya adalah Tomegoro Yoshizumi.
Yoshizumi lahir di Oizumi-Mura Nishitagawa pada 1911. Ketika berusia 21 tahun, dia menjadi satu dari sekian banyak spion militer Jepang yang dikirim ke Selatan (Hindia Belanda). Kala itu, Jepang mengirim banyak spionnya ke berbagai negeri untuk berbagai tujuan, yang tak melulu politik dan militer.
“Sejak membuka diri, Jepang memaksimalkan kerja-kerja spionase untuk
memakmurkan bangsanya,” tulis Wenri Wanhar, wartawan Historia, dalam
bukunya, Jejak Intel Jepang: Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi. Para
spion Jepang itu menyamar dengan menjalankan beragam profesi, dari
pengusaha warung kelontong hingga rumah bordil.
Yoshizumi menyamar sebagai pekerja di Toko San’yo, toko milik salah seorang familinya. Setelah itu, dia terjun berbisnis dan berhasil menjadi saudagar. Dia membangun relasi dengan banyak orang, baik di Jawa maupun luar Jawa seperti di Sulawesi.
Pada 1935, Yoshizumi melakoni peran sebagai wartawan di Nichiran Shogyo Shinbun. Selain memberitakan kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905, koran ini gencar mengkampanyekan jargon “Asia untuk Asia” dan “Jepang saudara tua”, sehingga menuai respons keras dari pemerintah Hindia Belanda. Melalui tulisannya di Tohindo Nippo, koran hasil fusi Nichiran Shogyo Shinbun dan Jawa Nippo, Yoshizumi menggalang persatuan orang-orang Jepang di Hindia Belanda.
Yoshizumi menyamar sebagai pekerja di Toko San’yo, toko milik salah seorang familinya. Setelah itu, dia terjun berbisnis dan berhasil menjadi saudagar. Dia membangun relasi dengan banyak orang, baik di Jawa maupun luar Jawa seperti di Sulawesi.
Pada 1935, Yoshizumi melakoni peran sebagai wartawan di Nichiran Shogyo Shinbun. Selain memberitakan kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905, koran ini gencar mengkampanyekan jargon “Asia untuk Asia” dan “Jepang saudara tua”, sehingga menuai respons keras dari pemerintah Hindia Belanda. Melalui tulisannya di Tohindo Nippo, koran hasil fusi Nichiran Shogyo Shinbun dan Jawa Nippo, Yoshizumi menggalang persatuan orang-orang Jepang di Hindia Belanda.
Awal 1941, Yoshizumi, redaktur Tohindo Nippo, dideportasi Pemerintah
Hindia Belanda karena aktivitas jurnalismenya. Di Jepang, dia menjalin
koordinasi dengan Kaigun atau Angkatan Laut Jepang. Dia lalu
dipekerjakan untuk mengamati dan ikut operasi di Selatan, termasuk
Indonesia.
Yoshizumi ditangkap pemerintah Hindia Belanda sehari setelah Jepang menyerbu Pearl Harbor di Hawaii, 8 Desember 1941. Dia menjalani penahanan yang berat di Australia. Namun, penahanan tersebut membuatnya berubah 180 derajat. Hal itu dikatakan sendiri oleh Nishijima, sahabat Yoshizumi. “Yoshizumi yang sebelumnya seorang sayap kanan nasionalis Jepang yang antikomunis menjadi seorang Marxis,” tulis Wenri.
Idealisme kiri itulah yang kemudian membuatnya bersimpati terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia dan membawanya menjadi satu dari beberapa tokoh kunci Jepang yang membantu mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Yoshizumi, ketika mengepalai bagian intelijen Kaigun Bukanfu (kantor penghubung AL Jepang), aktif membangun jaringan dan merancang gerakan bawah tanah. Pertemuan Yoshizumi –dan Nishijima– dengan Tan Malaka di rumah Ahmad Subardjo tak lama setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus membuatnya melangkah lebih besar dalam berjuang.
“Pendek kisah, dua orang Jepang itu minta dibaiat menjadi Indonesia,” tulis Wenri. Tan Malaka memberi nama Indonesia “Hakim” untuk Nishijima dan “Arif” untuk Yoshizumi.
Yoshizumi ditangkap pemerintah Hindia Belanda sehari setelah Jepang menyerbu Pearl Harbor di Hawaii, 8 Desember 1941. Dia menjalani penahanan yang berat di Australia. Namun, penahanan tersebut membuatnya berubah 180 derajat. Hal itu dikatakan sendiri oleh Nishijima, sahabat Yoshizumi. “Yoshizumi yang sebelumnya seorang sayap kanan nasionalis Jepang yang antikomunis menjadi seorang Marxis,” tulis Wenri.
Idealisme kiri itulah yang kemudian membuatnya bersimpati terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia dan membawanya menjadi satu dari beberapa tokoh kunci Jepang yang membantu mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Yoshizumi, ketika mengepalai bagian intelijen Kaigun Bukanfu (kantor penghubung AL Jepang), aktif membangun jaringan dan merancang gerakan bawah tanah. Pertemuan Yoshizumi –dan Nishijima– dengan Tan Malaka di rumah Ahmad Subardjo tak lama setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus membuatnya melangkah lebih besar dalam berjuang.
“Pendek kisah, dua orang Jepang itu minta dibaiat menjadi Indonesia,” tulis Wenri. Tan Malaka memberi nama Indonesia “Hakim” untuk Nishijima dan “Arif” untuk Yoshizumi.
Yoshizumi melibatkan diri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Mula-mula dia mencuri barang-barang di gudang Markas Besar Kaigun
Bukanfu lalu menjualnya di pasar gelap. Uang hasil penjualan diberikan
kepada Tan Malaka untuk dana perang gerilya. Yoshizumi juga menemani Tan
Malaka ke Banten. Dari Banten, dia pergi ke Surabaya. Dia menjalin
kontak dengan Affandi, pemimpin serikat buruh PAL, galangan kapal di
daerah Ujung, Surabaya. Kepada Affandi, dia memberi masukan soal
pendirian pabrik senjata di Mojopanggung, Blitar, dan Kediri.
Tomegoro Yoshizumi gugur pada 10 Agustus 1948 di Blitar, Jawa Timur ketika bergerilya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kini, makamnya bisa dijumpai di Taman Makam Pahlawan, Blitar, Jawa Timur.
sumber : viva
Tomegoro Yoshizumi gugur pada 10 Agustus 1948 di Blitar, Jawa Timur ketika bergerilya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kini, makamnya bisa dijumpai di Taman Makam Pahlawan, Blitar, Jawa Timur.
sumber : viva
Labels:
sejarah
Thanks for reading Yoshizumi, Intelijen Jepang Yang Berbalik Menjadi Mengabdi Untuk Indonesia. Please share...!
1 Comment for "Yoshizumi, Intelijen Jepang Yang Berbalik Menjadi Mengabdi Untuk Indonesia"
Salut sekali dengan yoshizumi atas keberaniannya mengabdikan diri untuk indonesia.